Nury Firdausia, M.Pd.I: Membuka Tabir Peran Pengasuh Pondok Pesantren di Era Modern

STAIMA - Pondok pesantren selama ini identik dengan tradisi
konservatif, namun Dr. Nury Firdausia, M.Pd.I, seorang dosen sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren di UIN Malang, membawa perspektif segar tentang bagaimana
lembaga ini dapat bersinergi dengan perkembangan zaman. (19/11).
Dalam wawancara eksklusif dengan Times Indonesia, perempuan yang
akrab disapa Ummah Nury ini berbagi pengalaman uniknya menjalani peran ganda
sebagai akademisi dan pemimpin pondok pesantren.
Ummah Nury, yang juga dosen STAIMA Al-Hikam Malang dan Ketua
Assyauqiy Tahfidz Center Kota Malang, menjelaskan bahwa pesantren bukan sekadar
tempat pendidikan agama, tetapi juga pusat pengembangan karakter. Menurutnya,
tradisi yang dijaga pesantren tidak berarti menutup diri dari ilmu pengetahuan,
teknologi, dan perubahan sosial.
“Hal konservatif yang terjadi di pesantren saat ini adalah menjaga
tradisi dan kebiasaan baik, sambil tetap membuka diri pada inovasi yang sesuai
dengan norma agama dan sosial,” jelasnya.
Mengemban tanggung jawab sebagai dosen dan wali pesantren bukan
perkara mudah. Namun, bagi perempuan berusia 38 tahun ini, kunci
keberhasilannya terletak pada prioritas dan manajemen waktu.
“Peran saya sering kali berubah-ubah, kadang sebagai ibu, teman,
mentor, hingga motivator. Saya membuat to-do list harian, mingguan, dan
bulanan. Jika tak sanggup menyelesaikannya, saya delegasikan tugas dengan
arahan yang baik,” ungkapnya.
Motivasinya untuk terus melangkah sederhana namun bermakna, menjadi
manfaat bagi banyak orang, baik di rumah maupun di masyarakat. “Saya ingin
menularkan semangat dan menjadi inspirasi,” tambahnya.
Ummah Nury menyadari pentingnya mempersiapkan santri menghadapi
dinamika modern. Ia menanamkan nilai keimanan yang kokoh dan ilmu yang mumpuni
sebagai bekal utama.
“Santri harus kreatif, inovatif, adaptif, dan kolaboratif. Dengan
keimanan, mental mereka tetap stabil menghadapi ujian. Dengan ilmu, mereka
mampu mencari solusi dalam setiap masalah,” katanya.
Teknologi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan
pesantren. Bagi Nury, teknologi tidak hanya meningkatkan eksistensi pesantren,
tetapi juga mendorong kualitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam yang
berkontribusi pada bangsa.
Meski masih ada stereotip bahwa pesantren cenderung tertutup
terhadap perubahan, Nury optimis mengubah pandangan tersebut melalui publikasi
berbagai kegiatan positif pesantren.
“Masyarakat harus mulai membuka mata dan pikiran. Pesantren kini
hadir dengan makna baru yang relevan di era modern,” tegasnya.
Dengan langkah-langkah inovatif, pesantren tak hanya bertahan sebagai penjaga tradisi, tetapi juga menjadi bagian penting dari transformasi sosial dan pendidikan di Indonesia. Ummah Nury adalah contoh nyata bahwa perempuan dapat memimpin, menginspirasi, dan berkontribusi di dua dunia sekaligus: pendidikan dan spiritualitas.